Share
Cita Tenun Indonesia Hadirkan “KALATARA”, Gandeng 3 Desainer Ternama Meriahkan Fashion Nation XIX
Syafira Yasmin
26 September 2025

Cita Tenun Indonesia hadir di Fashion Nation XIX Edition lewat karya bertajuk “Kalatara”, mengajak publik melintasi waktu melalui tenun sebagai warisan budaya luhur yang kini tampil dengan sentuhan kontemporer.


Sebagai warisan yang terus berkembang, tenun kini tidak hanya dipandang sebagai tradisi, tetapi juga menjadi inspirasi bagi dunia mode. Semangat inilah yang dihadirkan melalui presentasi mode “KALATARA” oleh Cita Tenun Indonesia (CTI) di panggung Fashion Nation XIX Edition pada 24 September 2025. Perhelatan mode tahunan garapan Senayan City ini selama 19 tahun konsisten memberi ruang bagi kreativitas, inovasi, dan inspirasi bagi industri fashion di Tanah Air.

asasdasdasdsa

Pada tahun ini, CTI menafsirkan kembali tenun sebagai simbol perjalanan budaya yang menembus batas ruang dan waktu lewat KALATARA. Nama KALATARA berasal dari dua kata Sansekerta, yaitu kala yang berarti waktu dan tara yang berarti menyebrangi. Filosofi ini menggambarkan misi CTI untuk membawa tenun dari akar sakral dan tradisional menuju tafsir modern yang lebih universal. Dengan sentuhan kreatif generasi muda, tenun tampil sebagai busana yang dinamis dan relevan dengan gaya hidup masa kini.

Dalam KALATARA, publik diajak menelusuri kekayaan tenun Nusantara bersama tiga desainer ternama, yaitu Alto Project, Amotsyamsurimuda, dan Wilsen Willim. Membuka rangkaian, Alto Project, label rancangan Cynthia dan Abirama, menampilkan tenun khas Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Tenun Ikat dihadirkan dengan stilasi imajinatif yang merefleksikan lanskap lokal melalui figur manusia, hewan, gunung, hingga elemen alam lainnya. Sementara itu, Tenun Pahikung mengeksplorasi keindahan pola geometris yang ritmis. Ciri khas Alto Project, yaitu sentuhan denim tenun juga dipadukan untuk menghadirkan koleksi yang segar dan otentik.

cb3d197f-c984-43b4-9549-6ffb0f9cb0fb

Selanjutnya, Amotsyamsurimuda menampilkan koleksi bertajuk “Ikatan yang Bertahan”, sebuah tafsir ulang Tenun Songket dari Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Koleksi ini dihadirkan dengan estetika menswear urban yang kontemporer, menghadirkan busana universal dan fungsional yang relevan bagi generasi modern.

Sebagai penutup, Wilsen Willim menampilkan Tenun Putussibau khas Suku Iban, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Alih-alih menghadirkan kristal atau ornamen mencolok, ia memilih penggunaan mutiara dan benang sederhana, sehingga kain itu sendiri menjadi pusat perhatian. Baginya, wastra Indonesia patut tampil sebagai elemen utama yang berbicara.Seluruh koleksi dari ketiga desainer ini dibuat dengan teknik pewarnaan alami, menyimpan jejak keterikatan para perajin pada lanskap tempat mereka hidup sekaligus menegaskan komitmen CTI terhadap praktik tenun yang berkelanjutan.

Sejak berdiri pada 2008, CTI tak henti menjaga tenun sebagai identitas budaya sekaligus peluang ekonomi kreatif. Melalui program pembinaan yang telah melibatkan 28 kabupaten/kota dan 14 provinsi, CTI berkomitmen meningkatan kualitas hidup para pengrajin sekaligus mempertahankan kearifan lokal. Para perajin mendapat pendampingan dari desainer dan praktisi profesional agar mampu menghasilkan karya yang ramah lingkungan, efisien, dan selaras dengan kebutuhan pasar mode global.

Tahun ini, komitmen tersebut diperkuat lewat program “Aram Bekelala Tenun Iban” (Mari Berkenalan dengan Tenun Iban), hasil kolaborasi dengan Yayasan Kawan Lama. Berlangsung di Putussibau, Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, inisiatif ini berfokus pada pelestarian Tenun Ikat dan Tenun Sidan dari masyarakat Dayak Iban. Di tengah arus modernisasi, program ini berupaya menghidupkan kembali peran perempuan penenun sebagai penjaga tradisi sekaligus penggerak ekonomi lokal.

Karya dari perajin binaan tersebut kini hadir dalam panggung KALATARA. Lebih dari sekadar mode, koleksi ini adalah narasi budaya yang menegaskan bahwa tenun Nusantara bukan hanya peninggalan masa lalu, tetapi warisan yang terus berkembang dan relevan di masa kini.