Sebuah rumah di Paris yang tidak hanya bergaya, tapi juga menyimpan jejak sejarah pribadi Lenny Kravitz selama lebih dari dua dekade.
Bagi Lenny Kravitz, rumah bukan sekadar tempat beristirahat—melainkan ruang untuk mencipta, mengenang, dan menjadi diri sendiri. Setelah 22 tahun tinggal di Paris, musisi legendaris berusia 60 tahun itu akhirnya membuka pintu rumahnya untuk publik lewat video bersama Architectural Digest—dan hasilnya adalah sebuah tur visual ke dalam kehidupan yang penuh warisan, estetika, dan kehangatan.
Rumah yang dulunya merupakan kediaman Countess Anne d’Ornano ini kini dinamai Kravitz sebagai Hotel De Roxy, penghormatan manis untuk ibunya, aktris Roxie Roker, yang pernah bermimpi hidup di Kota Paris.
“Rumah ini terus-menerus memberikan penghormatan kepada para leluhur saya, dan seperti yang akan Anda lihat saat kita berjalan menyusuri rumah, ada foto-foto mereka di mana-mana. Semua fotografi ini menceritakan kisah melalui sejarah kulit hitam, Amerika, dan Afrika,” kata Kravitz.
Sejak pertama kali melangkah ke dalam rumah itu dua dekade lalu, ia langsung jatuh hati. Di aula masuk, sebuah grand piano berdiri megah—hasil desainnya sendiri yang ia akui sangat dibanggakan. Seluruh interior rumah ini dikerjakan oleh studionya, Kravitz Design, yang menyatukan estetika dan cerita pribadi.
Konsep desain rumah ini ia sebut sebagai “soulful elegance".
“Ini tentang menjadi elegan, canggih, tapi dengan jiwa, tahu? Dengan hati dan semangatmu,” ujarnya. “Karena desain dan keanggunan tanpa perasaan itu cuma nama-nama desainer dan barang-barang. Tapi saat kamu mengumpulkan sesuatu yang benar-benar mencerminkan siapa dirimu, apa dirimu, ke mana kamu pernah pergi, itu menjadi indah.”
Tur dilanjutkan ke berbagai ruangan bernuansa hangat dan maskulin: petite salon yang penuh foto mendiang ibunya, ruang tamu besar bertema Muhammad Ali tempat ia bersantai bersama teman-temannya, dan ruang makan luas dengan meja panjang yang dikelilingi cerita.
“Saya suka mengadakan jamuan makan malam dan mengundang orang-orang menarik dari berbagai latar belakang untuk duduk dan menikmati hidangan bersama.”
Di tengah aliran estetika yang konsisten, ada satu ruangan yang paling ia cintai: perpustakaan. Di sanalah tersimpan buku-buku milik ibunya—sebuah ruang sunyi yang menyimpan suara masa lalu.
Lantai dasar rumah disebut Kravitz sebagai “work floor”, ruang kerja sekaligus tempat menyimpan pakaian-pakaian ikonisnya. Sementara kamar tidurnya, menurutnya, adalah tempat untuk terus tumbuh.
“Kamar ini memberi saya ruang untuk menciptakan kembali diri saya setiap hari.”
Dan sebagai penutup, Kravitz membawa kita ke bagian paling tak terduga dari rumah ini: sebuah klub bawah tanah pribadi—penuh lampu temaram dan atmosfer nyentrik—yang ia sebut sebagai “jantung dan jiwa rumah ini.”
Bagi Lenny Kravitz, rumah ini bukan hanya tentang kemewahan atau desain interior. Rumah ini adalah akan dirinya cermin: memantulkan cinta seorang anak kepada ibunya, warisan budaya, dan sebuah kehidupan yang dibangun dari rasa.
PHOTOS by Matthieu Salvaing
COURTESY of Architectural Digest