Warisan lima dekade Giorgio Armani tampil di Milan. Pameran bertajuk “Milano, Per Amore” ini mengajak publik menelusuri estetika sang maestro dalam dialog indah antara mode dan seni.
Milan kembali menjadi pusat perhatian dunia mode dengan dibukanya pameran “Giorgio Armani: Milano, Per Amore” pada 24 September 2025 di Pinacoteca di Brera. Digelar hingga 11 Januari 2026, pameran ini menjadi salah satu agenda paling istimewa dalam rangkaian Milan Fashion Week 2025 yang menampilkan mahakarya seni Italia dari abad pertengahan hingga abad ke-19.
Lebih dari 120 rancangan ikonis Armani dipamerkan, seluruhnya dikurasi langsung dari koleksi Armani/Silos, museum-museum internasional, hingga arsip terbaru Armani/Archivio. Keistimewaan pameran ini terletak pada cara busana ditampilkan, yaitu menggunakan manekin tak kasat mata sehingga fokus sepenuhnya tertuju pada siluet, potongan, dan detail yang telah menjadi DNA Armani.
Alih-alih berdialog dengan lukisan dan patung di museum, busana-busana tersebut ditata untuk berpadu dengan warna dinding galeri. Di salah satu galeri, busana greige tampil di ruang bernuansa kelabu, gaun malam perak berkilau dipamerkan di ruang putih alabaster, sementara sebuah sweater biru tua yang dipadukan dengan rok sutra berpotongan bias, yang pernah dikenakan Juliette Binoche di Festival Film Cannes 2016 diposisikan di ruang kecil berwarna teal, seakan menjadi karya seni itu sendiri. Dengan tata pamer ini, busana tak hanya berfungsi sebagai karya mode, tetapi juga sebagai lensa budaya yang merefleksikan estetika Milan serta warisan seni Italia.
Tak hanya itu, pameran juga menampilkan setelan abu-abu legendaris yang digunakan Richard Gere dalam film “American Gigolo”, sebuah karya yang mengukuhkan nama Armani di panggung internasional. Setelan ini dipamerkan berdampingan dengan fresco karya Donato Bramante, menciptakan harmoni antara sinema, mode, dan seni klasik.
Koleksi 1990-an menampilkan pendekatan Armani terhadap tailoring yang halus dan minim dekorasi. Eveningwear memperlihatkan eksperimen fluiditas dan refleksi cahaya, sementara menswear menekankan variasi tipis dalam tone serta tekstur, seluruhnya berpadu dalam bahasa desain khas Armani yang elegan dan penuh kontrol.
Lebih dari sekadar pameran mode, “Milano, Per Amore” menandai momen penting bagi Pinacoteca di Brera yang untuk pertama kalinya merangkul mode sebagai bagian dari misi edukatifnya. Di sini, busana dipandang sebagai medium untuk memahami masyarakat, budaya, dan kreativitas lintas zaman.
Pameran ini terasa semakin sarat makna karena digelar hanya tiga minggu setelah kepergian Giorgio Armani di usia 91 tahun. Meski sang maestro telah tiada, “Milano, Per Amore” hadir sebagai sebuah penghormatan, menunjukkan bahwa visi, presisi, dan elegansi rancangan Armani tetap hidup, mengalir di setiap detail, serta abadi dalam perjalanan sejarah mode dunia.