Sutradara Nia Dinata mengumumkan proyek Berbagi Suami: 20 Tahun Kemudian. Ini adalah re-kalibrasi karya sinema ikonik yang kini berfokus pada dinamika relasi di era digital dan dukungan produser dari Prancis.
Nia Dinata, seorang auteur perempuan dengan rekam jejak yang cukup membius sinema Indonesia kembali memposisikan karyanya di garis depan diskusi sosial artistik melalui pengumuman produksi Berbagi Suami: 20 Tahun Kemudian. Proyek ini merupakan sebuah re-kalibrasi yang disebut sebagai versi remake 2.0 terhadap film yang ia rilis dua dekade silam, Berbagi Suami (2006).

Pengumuman resmi pada 20 November 2025 ini menegaskan kolaborasi antara Kalyana Shira Films dan Trois Films, sebuah entitas dengan dimensi internasional yang diperkuat oleh kehadiran co-producer berkebangsaan Prancis. Syuting dijadwalkan akan dimulai pada awal tahun 2026, dengan naskah yang dikembangkan secara intensif sejak September 2025. Fakta bahwa Nia Dinata mulai menulis ide dasar orisinalnya di tahun 2005 menegaskan kedalaman engagement sang sutradara terhadap isu yang diangkat.
Sebelum proyek ini bergulir, film orisinal Berbagi Suami (2006) ini pernah mendapatkan kehormatan sebagai pemenang Golden Maile Award di Hawaii International Film Festival. Karya tersebut telah dikurasi untuk ditayangkan di institusi sinema paling terhormat, La Cinémathèque Paris, pada 13 Desember 2025. Penayangan ini merupakan bagian integral dari program Rétrospective Panorama Du Cinéma Indonesiéne, sebuah kurasi selektif dari sepuluh film Indonesia yang dinilai merepresentasikan kekuatan naratif sinema Asia Tenggara.
Jika versi 2006 berfungsi sebagai kritik sosial, Berbagi Suami: 20 Tahun Kemudian beranjak ke arena baru. Film ini berfokus pada dinamika poligami yang meskipun payungnya masih sama, kini terjalin dalam konteks era digital dan landskap masyarakat urban yang serba terekspos. Nia Dinata menjelaskan bahwa relevansi tema ini tidak lekang oleh waktu.
“Melalui lensa Berbagi Suami: 20 Tahun Kemudian, intensi saya adalah untuk membedah bagaimana perempuan hari ini menavigasi kompleksitas relasi, mendefinisikan peran domestik, dan membangun self-assurance di sebuah era digital, di mana garis demarkasi antara privasi dan ranah publik kian kabur,” ungkap Nia Dinata.
Film ini akan kembali mempresentasikan format tiga narasi perempuan lintas generasi, yakni Kamila, Karina, dan Kianti. Proyek ini bertujuan untuk menawarkan sudut pandang yang berbeda dari kecenderungan sinema kontemporer. Nia Dinata menyoroti implikasi sosial yang sering terjadi, di mana dalam keluarga poligami, seringkali justru si ibu yang disalahkan. Film ini akan memberikan angle yang krusial, terutama dari sisi sang anak, untuk menawarkan perspektif yang lebih adil dan multi-dimensional.
Nia Dinata berharap karya ini dapat berfungsi sebagai wadah katarsis bagi penonton dan materi studi psikologi selama 3 hingga 5 tahun, sebuah indikasi dari implikasi sosial yang mendalam yang dihasilkan oleh film-filmnya.





